Senin, 22 Desember 2014

Tidak Ada Kasus Kriminalitas, Cerita di Christmas Island Bagian 4*)

Tidak Ada Kasus Kriminalitas, Cerita di Christmas Island Bagian 4*)

133044814395897987
Setiap hari kita disuguhi berita “menyeramkan” dengan berbagai kejadian kriminalitas di Tanah Air, baik di media cetak, di televisi, maupun di dunia internet yang seolah-olah saling susul-menyusul tak mau berhenti sejenakpun. Selain berita nyata, masih pula disuguhi tontonan sinetron televisi yang (selain tidak berkualitas) tak kalah seramnya dengan menonjolkan kekerasan fisik setiap adegannya. Sebagai orang tua, saya sangat miris dengan kondisi psikis anak-anak yang cenderung destruktif  dengan mencoba meniru apa yang sering dilihatnya.
Tapi herannya (meskipun penduduk sini juga sering menonton acara televisi Indonesia), di Christmas Island –menurut informasi dari pribumi yang sudah cukup tua bernama Pak Rochim (keturunan Malaysia)- belum pernah ada kasus yang namanya kriminalitas. Bahkan ketika saya jelaskan definisi kriminalitas yang di dalamnya adalah perbuatan yang melanggar hukum pidana, misalnya kejahatan pencurian, penculikan, penganiayaan, atau mungkin korupsi dan lain sebagainya. Jawabannya tetap sama. Tidak ada!
Hari kedua di Christmas Island, kami berencana untuk menyusuri pulau sambil orientasi tempat kerja dengan pak I King. Sebelum meninggalkan rumah saya ingin mengunci rumah terlebih dahulu. Sempat bingung karena pintu rumahnya tidak dipasang kunci.
“Pak I King, ini pintu kok tidak ada kuncinya pak?’, tanya saya.
“Ya, memang tidak dipasang kunci, tutup saja yang rapat biar tidak ada kepiting yang masuk”, jawab pak I King sambil menuju mobil. Belum sempat saya bertanya lagi, pak I King melanjutkan.
“Di sini hampir tidak ada yang pasang kunci di rumahnya, karena buat apa kita buang-buang uang untuk beli kunci, toh di sini tidak akan ada maling….”.
Tentu karena rasa penasaran, setiap saya berkunjung ke rumah teman-teman selalu memeriksa pintunya, ternyata memang tidak ada yang memasang kunci! Sesuai dengan cerita dan pengalaman penduduk pulau ini, bahwa tidak akan ada pencurian dengan alas an, buat apa mencuri sesuatu barang yang mereka juga telah memilikinya. Selain itu semua penduduk memang selalu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di Christmas Island.
***
Beberapa hari setelah saya perhatikan dengan seksama, semua mobil di pulau ini tidak ada yang memasang kunci di pintunya. Juga tidak ada kaca mobil yang berwarna gelap, semua bening seperti aquarium kosong. Bahkan sering terlihat di tempat parkir, kunci mobilnya masih terpasang dengan “manisnya” di tempatnya. Begitu pula barang-barang yang berada di dalam mobil, seolah-olah pemiliknya tidak ada rasa khawatir sedikitpun akan berpindah tangan.
Sayapun mulai berpikir, berarti bisnis kunci dan kaca rayban di sini bakalan gulang tikar. Dan seketika teringat bagaimana maraknya iklan alarm mobil di Indonesia yang menawarkan alarm security system dengan segala kecanggihannya.
Namun ada juga kejadian lucu dari teman saya, Clinton, yang mobilnya tidak ada di tempat parkir usai keluar dari diskotik.  Setelah mencoba mencari ke tempat lain dan tidak menemukan mobilnya, akhirnya Clinton pulang diantar temannya. Pada saat melewati Kantor Polisi, Clinton sempat mampir dan “mengadukan” kasus kehilangan mobilnya.
Pagi harinya pada saat berangkat kerja, Clinton melihat mobilnya sudah berada di tempat parkir persis seperti saat ia parkir semalam. Lalu ia melihat dan memeriksa mobilnya tersebut, tak satupun barang di dalam mobilnya yang hilang. Siangnya baru dapat informasi dari security diskotik, bahwa semalam ada seorang tamu diskotik yang salah membawa mobil karena sedang dalam kondisi mabuk.
***
Pagi hari menuju tempat kerja, kami mampir dulu di sebuah “kedai” khusus yang menyediakan masakan Melayu. Seperti biasa saya memesan roti canai (roti khas Melayu yang digoreng, yang dihidangkan dengan kuah kari ayam) dan segelas teh susu. Sengaja kami makan di bagian teras sambil melihat pemandangan jalan Gaze Road.
Baru beberapa suap menikmati sarapan pagi, saya mendengar di bagian dalam kedai suara ribut dua orang (suara keduanya sangat saya kenal) beradu mulut seperti sedang berantem. Sontak saja saya menghampiri ke dalam dengan maksud ingin melerai. Ketika melihat saya masuk, Buncis (salah seorang pelayan kedai) masuk ke dapur sambil membawa nampan sembari masih tetap mengomel. Karena penasaran, saya menghampiri pak Salih yang terlihat kesal dengan muka merah padam.
“Ada masalah apak pak Salih?”, tanyaku dengan hati-hati agar tak menyinggung perasaannya.
“Itu anak…., si Buncis barusan saya tegur karena semalam ia mabuk dan menggedor-gedor pintu apartemen saya. Saya sudah tegur beberapa kali supaya ia pindah, tapi malah makin jadi..”.
Saya diam saja sambil menunggu cerita selanjutnya.
“Untung aja di Christmas Island, coba kalau di Malay, sudah saya hajar dia…”.
“Lho, emang kalau di sini kenapa pak?”, tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Dik Yusuf kan sudah tahu, mana ada yang berani berkelahi di sini (maksudnya di Christmas Island), kalau saya pukul dia bisa-bisa saya dibawa ke kantor polisi”.
Luar biasa, untuk berantem (secara fisik=berkelahi) saja mereka sangat takut, apalagi melakukan tindak kriminal lainnya…..
Eit tunggu dulu…, ternyata ada sebuah kasus pembunuhan massal yang dilakukan warga Christmas Island dan sebuah kejadian kanibalisme yang sempat saya saksikan di bawah ini.
1330448227367682120
Sebuah mobil yang dengan tega melindas kawanan
1330448366862372469
Seekor kepiting merah (red crab) sedang memakan temannya yang sudah mati karena kasus
Mohon bersabar, dalam sambungan ….Cerita di Christmas Island (5)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More